FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HALAL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) PADA PROSES PENYEMBELIHAN HEWAN
I. PENDAHULUAN
Di era globalisasi saat ini sudah banyak kemampuan teknologi yang
bisa digunakan bagi pengusaha dan bagi prioritas baru untuk memenuhi permintaan
komsumen baik di dalam negeri maupun luar negeri (Wuwung, 2013). Fenomena saat
ini bahwa Negara Australia merupakan salah satu penghasil daging yang berkualitas tinggi di Dunia dan di
proses secara Halal (memenuhi syariat agama Islam). Suatu keunggulan bersaing
dapat bergantung pada faktor faktor penunjang yang dapat membuat produk daging
tersebutdiproses secara halal.Pengusaha harus mencari integrasi dari strategi
yang dipilih pada rantai pasokan untuk menghasilkan produk daging tersebut
halal dan secara menyeluruh. Keberhasilan yang diraih tidak luput dari
ketekunan dari para pekerja yang berdedikasi tinggi, inovatif, paham akan ilmu agama mengenai proses SCM yang halal,
dan selalu memiliki keinginan untuk maju. Kerja sama tim, integritas, dapat
saling menghargai diutamakan dalam lingkungan kerja. Pendapat Wuwung sudah
sesuai dengan fenomena yang terjadi saat ini, sebab apabila perusahaan ingin
berhasil menerapkan sistem Halal SCM, itu semua tidak luput dari faktor-faktor
seperti: pekerja yang melakukan semuanya
demi perusahaan (berdedikasi tinggi), pekerja yang selalu memikirkan hal-hal
baru untuk produk yang dihasilkan (inovatif), pekerja yang memiliki keinginan
untuk memajukan perusahaan, dan yang terpenting adalah pekerja yang paham akan
ilmu mengenai proses penyembelihan hewan yang memenuhi syariat islam (Halal).
Menurut (Stevany, 2013) pengusaha di Indonesia yang ingin
menerapkan sistem halal tersebut harus memutuskan sesuatu strategi dan rantai
pasokan dalam rangka memenuhi faktor-faktor yang menjadikan produk tersebut
dihasilkan secara halal, para pengusaha dapat menyediakan berbagai alat yang
dibutuhkan dalam rangka menghasilkan produk halal tersebut seperti alat
pemotong yang tajam, seorang ahli dalam memotong hewan secara halal, serta
teknologi canggih yang dapat digunakan untuk memisahkan antara Halal dan Haram.
Sesuai dengan fenomena saat ini Negara Indonesia belum sama sekali menyediakan
peralatan canggih untuk menyembelih hewan, karena kurangnya kesadaran akan
Halal itu sendiri dan kurangnya perusahaan besar di bidang penyembelihan hewan
yang menggunakan sistem Halal.
Di Indonesia saat ini sulit ditemukan yang namanya rantai pasokan
atau SCM yang mengikuti syariat islam (Halal SCM) khususnya pada perusahaan
pemotongan hewan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami
serta menerapkannya kedalam sistem perusahaan yang ada di indonesia, sebab
secara umum perusahaan yang ada di indonesia belum menerapkan sistem Halal SCM
pada proses pemotongan hewan. Untuk memenuhi sistem halal SCM itu sendiri
diperlukan beberapa faktor penunjang demi tercapainya produk yang di salurkan
secara Halal.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Manajemen Operasional
Menurut (Handoko,2008) Kualitas merupakan faktor yang terdapat
dalam suatu produk yang menyebabkan produk tersebut bernilai sesuai dengan
maksud apa produk tersebut diproduksi. Dalam perusahaan pabrik, istilah mutu
diartikan sebagai faktor-faktor yang terdapat dalam suatu barang hasil yang
menyebabkan barang hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang hasil
itu dimaksudkan.
2.2 Definisi Halal
Miskam, Othman
dan Hamid dalam Khilfatul dan Rifkiana (2016), Halal merupakan sebuah istilah
dalam Al-Quran yang berarti di ijinkan, diperbolehkan, sah atau legal.
Sedangkan menurut Departemen Agama RI (2003), mendefinisikan halal sebagai
sesuatu yang boleh menurut ajaran Islam.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya
yang halal itu telah jelas dan haram pun telah jelas. Sedangkan di antaranya
ada masalah yang samar-samar (SYUBHAT) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui
(hukum)-nya. Barang siapa menghindari yang samar samar, maka ia telah
membersihkan agama dan kehormatannya. Barang siapa yang jatuh kedalam yang
samar samar maka ia telah jatuh kedalam perkara yang haram. Seperti penggembala
yang berada di dekat pagar (milik orang lain), dikhawatirkan ia akan masuk
kedalamnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
2.3 Definisi Manajemen Rantai Pasokan
Untuk mengetahui banyak tentang apa yang dimaksudkan dengan
manajemen rantai pasokan, terlebihdahulu akan di jelaskan tentang pengertian
manajemen rantai pasokan sampai sekarang belum di temukan sebuah pengertian yang
baku untuk mendefinisikan manajemen rantai pasokan, (Hugos, 2003)
Sedangkan, menurut Ganeshan dalam Wuwung (2013), jaringan sarana
dan pilihan distribusi yang melakukan fungsi pengadaan sebuah rantai pasokan adalah perubahan bahan
mentah produk setengah jadi kemudian menjadi bahan jadi dan distribusi produk
jadi kepada pelanggannya. Setelah
mengetahui sebagian dari definisi manajemen rantai pasokan, kemudian
akan dijelaskan manajemen rantai pasokan.
Supply Chain Management (SCM) adalah
seperangkat pendekatan untuk mengefisienkan integrasi Supplier, manufaktur, gudang
dan penyimpanan, sehingga barang diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah,
lokasi, waktu yang tepat untuk meminimalkan biaya dan memberikan kepuasan
layanan terhadap konsumen, menurut Simchi-Levi dalam Fahmy Radhi dan Endang
Hariningsih (2015).
III. DISKUSI DAN PEMBAHASAN
3.1 Nilai – Nilai Halal
Produk
Menilai suatu
produk halal atau haram tidak dapat dinilai hanya dari produk tersebut
mengandung babi, darah, khamr, atau material
haram lainnya, melainkan harus dipastikan kehalalan suatu produk mulai
dari input proses serta output yang dihasilkan, berikut merupakan beberapa
nilai – nilai halal yang diperlukan
dalam sebuah produk.
3.1.1 Bahan Produk Halal
Semua bahan yang berasal dari hewan dan diperoleh melalui proses
kimia adalah halal kecuali bahan yang dilarang oleh syari’at islam.
Bahan dilarang yang berasal
dari hewan adalah hewan yang disembelih tanpa mnyebut nama Allah
SWT didalamnya, darah, bangkai, babi,
babi hutan, anjing, ular, monyet, hewan karnivora yang bercakar dan bertaring,
burung pemangsa dengan cakar, burung pemakan bangkai, tikus, kaki seribu,
kalajengking, hewan yang dilarang untuk dibunuh, hewan yang menjijikkan, hewan
yang hidup didarat dan diair, keledai, dan hewan air yang beracun dan
berbahaya.
3.1.2 Penyembelian Hewan
Menurut fatwa MUI Penyembelihan adalah pemotongan hewan sesuai
dengan ketentuan hukum islam. Pengolahan adalah proses yang dilakukan terhadap
hewan setelah disembelih, yang meliputi antara lain, pengulitan, pencincangan,
dan pemotongan daging. Stunning adalah suatu cara melemahkan hewan melalui
pemingsanan sebelum pelaksanaan penyembelihan agar pada waktu disembelih hewan
tidak banyak bergerak. Gagal penyembelihan adalah hewan yang disembelih dengan
tidak memenuhi standar penyembelihan hewan.
Firman ALLAH SWT yang artinya:
“Maka makanlah
binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya,
jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.” (QS. Al-An’am[6]:118)
Ketentuan Hukum:
A.) Standar Hewan Yang
Disembelih
1.
Hewan yang disembelih adalah
hewan yang boleh dimakan
2.
Hewan harus dalam keadaan
hidup ketika disembelih
3.
Kondisi hewan harus memenuhi
standar kesehatan hewan yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
B.) Standar Penyembelih
1.
Beragama Islam dan sudah
akil baligh
2.
Memahami tata cara
penyembelihan secara Syar’i
3.
Memiliki keahlian dalam
penyembelihan
C.) Standar Alat
Penyembelihan
1.
Alat penyembelihan harus
tajam
2.
Alat dimaksud bukan kuku,
gigi/taring, dan tulang
Hadits
Rasulullah SAW bersabda :
“Dari Syidad bin Aus ra. Bahwasanya
rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya Allah SWT mengharuskan berbuat baik
terhadap segala hal. Untuk itu, bila kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang
baik dan bila kalian menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik. Dan
hendaknya satu diantara kalian mempertajam pisaunya serta membuat senang hewan
yang akan disembelih.”(HR. MUSLIM)
3.1.3 Proses Produksi Halal
Menurut fatwa MUI penyembelihan dilaksanakan dengan niat
menyembelih dan menyebut asma Allah. Kedua, Penyembelihan dilakukan dengan
mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan, saluran
pernafasan/tenggorokan, dan dua pembuluh darah. Ketiga, Penyembelihan dilakukan
satu kali secara ceepat. Memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda
hidupnya hewan. Terakhir, memastikan matinya hewan disebabkan oleh
penyembelihan tersebut.
Untuk standar pengolahan, penyimpanan, dan pengiriman dalam fatwa
MUI menyatakan sebagai berikut:
1.
Pengolahan dilakukan setelah
hewan dalam keadaan mati oleh sebab penyembelihan
2.
Hewan yang gagal
penyembelihan harus dipisahkan
3.
Penyimpanan dilakukan secara
terpisah antara yang halal dan haram (nonhalal)
4.
Dalam proses pengiriman
daging, harus ada informasi dan jaminan mengenai status kehalalannya, mulai
dari penyiapan (seperti pengepakan dan pemasukan ke dalam kontainer),
pengangkutan, hingga penerimaan.
3.2 Faktor Pendukung Lain
Dalam Proses Halal SCM
Berdasarkan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI,2009) :
1.
Hewan yang akan disembelih,
disunnahkan untuk dihadapkan ke kiblat
2.
penyembelihan semaksimal
mungkin dilaksanakan secara manual, tanpa didahului dengan stunning(pemingsanan) dan semacamnya
3.
Stunninguntuk mempermudah proses
penyembelihan hewan hukumnya boleh, dengan syarat:
a.
Stunning hanya menyebabkan
hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan
cedera permanen
b.
Bertujuan untuk mempermudah
penyembelihan
c.
Pelaksanaannya sebagai
bentuk IHSAN, bukan untuk menyiksa hewan
d.
Peralatan stunning harus
mampu menjamin terwujudnya syarat a,b,c serta tidak digunakan antara hewan
halal dan haram (babi) sebagai langkah preventif
e.
Penetapan ketentuan Stunning, pemilihan jenis, dan teknis
pelaksanaannya harus dibawah pengawasan ahli yang menjamin terwujudnya syarat
a,b,c, dan d
f.
Melakukan penggolongan hewan
hukumnya haram
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari
pemaparan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa untuk mendapatkan hasil produk
yang baik dan sehat serta mendapatkan sertifikasi halal sangatlah penting,
selain menegakkan syiar islam juga bisa memberikan manfaat yang luar biasa
terhadap pihak konsumen apabila mengonsumsi barang barang atau produk yang
diproses secara halal, serta untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah
SWT sebagaimana Firman Allah yang telah disebutkan dalam (Q.S Al-Maidah ayat
88).
Masyarakat
Indonesia berharap Negara ini bisa menerapkan sistem produksi yang halal
berdasarkan ajaran agama Islam. Karena produk yang dihasilkan secara halal
memiliki mutu dan kualitas yang lebih baik bila dibandingkan dengan produk yang
dihasilkan pada umumnya. Negara tetangga seperti Malaysia dan Australia sudah
lama menerapkan sistem ini, tidak hanya untuk proses produksi di Malaysia itu
sendiri sudah menerapkan sistem halal di berbagai jenis pekerjaan. Semoga
Indonesia bisa termotivasi dari negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura
agar produk kita tidak kalah bersaing dari mereka dalam menghasilkan produk
secara halal.
Penulis : Muh. Ayub Radhi
Ayubradhi99@gmail.com
DAFTAR
PUSTAKA
Majelis Ulama
Indonesia, 2017. Nilai-nilai Halal Supply
Chain Management, www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/go_to_section/39/1328/page/1, DI akses pada pukul 19.30 WITA, tanggal 09
Oct 2017.
Majelis Ulama
Indonesia, 2009. Wadah Musyawarah Para
Ulama Zu’ama Dan Cendekiawan Muslim, www.mui.or.id. Di akses pada pukul 19.00 WITA 11 Oct 2017.
Wuwung, C. S., 2013. Manajemen Rantai Pasokan Produk Cengkeh Pada Desa
Wamona Minahasa Selatan, Jurnal Universitas
Sam Ratulangi.
Fahmy, Endang. 2015. Analisis
Penerapan Supply Chain Management Studi Kasus Pada Perusahaan Retailer, Jurnal Universitas
Gajah Mada.
Khamidah, K. Zulala, U. I. R., 2016. Makalah Halal Supply Chain
Management, Makalah Universitas Islam Indonesia.
QUR’AN TAJWID. 2006. Maghfirah Pustaka, Q.S. Al-An’am/6/118, Q.S Al-Maidah/88. 11
Oct 2017.
Hadits Arba’in, 2008. Al-I’tishom Cahaya Umat,
H.R Bukhari dan Muslim, HR muslim 17
Oct 2017.
Hugos. 2003. Tahapan Manajemen Rantai Pasokan: strategy,
Planning and Operation.Pearson Prentice Hall.New York.
Handoko, Hani. 2008. Dasar
–Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi I,BPFE-Yogyakarta.
Comments
Post a Comment